Pemerhati ajak semua pihak maknai HUT RI untuk perbaikan lingkungan


Makassar (ARSIP DUNIA) – Pemerhati masalah lingkungan yang juga Direktur Eksekutif Jurnal Celebes Mustam Arif mengajak semua pihak untuk memaknai peringatan HUT ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia sebagai momentum perbaikan lingkungan.

“Hal ini mengingat, setelah kemerdekaan kita mengalami degradasi lingkungan luar bisa akibat eksploitasi sumber daya alam yang tidak memperhitungkan daya dukung lingkungan,” kata Mustam di Makassar, Minggu. 

Dia mengatakan meskipun dalam Pasal 33 UUD 1945 mengatur pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA), namun kerakusan mengeruk sumber daya alam akhirnya menyebabkan degradasi hutan yang luar biasa.

Hak itu utamanya eksploitasi sumber daya hutan terutama kayu di Era Orde Baru telah meruntuhkan daya dukung ketahanan ekologis negeri ini. 

“Kemudian kini kita bukan hanya menuju krisis ekosistem hutan, keanekaragaman hayati dan ancaman krisis pangan, tetapi kita juga menuai bencana ekologis yang rutin, banjir, tanah longsor, badai puting beliung, angin kencang dan  kekeringan,” katanya.

Menurut dia, Indonesia memiliki potensi hutan tropis terbesar di dunia setelah Brasil. Hanya saja, tata kelola kehutanan yang kurang baik, memicu sumber daya hutan saat ini diperkirakan tinggal sekitar 80-an juta hektar.

Sementara pada pasca Orde Baru, degradasi hutan dikontribusi besar oleh industri perkebunan kelapa sawit, yang ketika dihitung secara ekonomi dan ekologi, keuntungan kelapa sawit tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan dan keragaman sumber daya hayati yang ditimbulkan tanaman kelapa sawit. 

Di sisi lain, Indonesia adalah negeri bahari dengan kekayaan sumber daya laut. Tetapi itu pun mengalami degradasi lingkungan laut yang juga luar biasa. 

“Laut kita penuhi sampah, terutama sampah plastik. Sekitar 175 ribu ton sampah dilepaskan ke laut setiap hari, atau sekitar 64 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut ada 6,8 juta ton sampah plastik,” kata Mustam mengutip data Sekretariat Nasional Penanganan Sampah Laut.

Kondisi itu merupakan inventarisasi dengan jumlah yang minimal. Padahal negeri ini masih tertatih-tatih membangun industri hijau ramah lingkungan. Pembangunan berkelanjutan masih dominan menjadi jargon-jargon.

Sementara investasi masih dominan berorientasi pada ekonomi berbasis sumber daya alam yang habis digunakan. Bahan bakar berbasis fosil masih menjadi tumpuan, sementara energi terbarukan masih belum bisa unjuk konstribusi dengan tengah jargon membangun energi masa depan.


Pemerhati masalah lingkungan, Direktur Eksekutif Jurnal Celebes, Mustam Arif. Antara/ HO

“Karena itu bagi saya, tantangan saat ini dan ke depan untuk memaknai kemerdekaan Indonesia, adalah bagaimana membangun nasionalisme dan patriotisme berbasis kesadaran,” ujarnya.

Kesadaran untuk tidak membangun dan memelihara keserakahan kolektif, mengeruk sumber daya alam melampaui batas. Sebaliknya perlu mendorong “Sense” atau rasa merdeka dari imperialisme baru bernama korupsi. 

Dalam konteks kecil, ia mengajak semua pihak agar memaknai kemerdekaan ini dengan membangun kesadaran masing-masing untuk hidup ramah lingkungan. Karena investasi kemerdekaan saat ini dan masa depan ditentukan kesadaran kolektif merawat lingkungan demi keberlanjutan Indonesia.

By pass

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *